ETIKA DALAM BERILKAN
PENGERTIAN IKLAN DAN PERIKLANAN
Menurut
Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya
pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud
menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang
diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif
terhadap idea-idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di
dalam iklan tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat
menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu
(langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa
komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku,
dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Periklanan merupakan salah satu alat yang paling umum digunakan
perusahaan untuk mengarahkan komunikasi persuasif pada pembeli sasaran dan
masyarakat. Periklanan pada dasarnya adalah bagian dari kehidupan industri modern. Kehidupan dunia modern saat ini sangat tergantung pada iklan.
FUNGSI PERIKLANAN
Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasar, antara
penjual dan calon pembeli. Dalam proses komunikasi iklan menyampaikan sebuah
“pesan”. Dengan demikian kita mendapat kesan bahwa periklanan terutama
bermaksud memberi informasi. Tujuan terpenting adalah memperiklankan
produk/jasa.
Periklanan dibedakan dalam dua fungsi: fungsi informatif dan fungsi
persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif
dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif. Iklan tentang produk baru
biasanya mempunyai unsur informasi yang kuat. Misalnya iklan tentang tempat
pariwisata dan iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan
tentang produk yang ada banyak mereknya akan memiliki unsur persuasif yang
lebih menonjol, seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah.
PRINSIP MORAL YANG PERLU DALAM IKLAN
Terdapat paling kurang 3 (tiga) prinsip moral, sehubungan dengan
penggagasan mengenai etika dalam iklan. Ketiga prinsip itu adalah :
1. Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran
berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali
dilebihlebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan
menciptakan kebutuhan baru.
2. Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya
menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini
sebagai semacam tuntutan imperatif (imperative requirement).
3. Iklan dan tanggungjawab sosial. Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang
tidak etis.
Ada 2 (dua) cara untuk
memanipulasi orang dengan periklanan:
A. Subliminal Advertising
Maksudnya adalah teknik
periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga
tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi, tinggal dibawah ambang kesadaran.
Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio.
B. Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus
dianggap kurang etis, karena anak mudah dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan
yang ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain daripada manipulasi
saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis.
PENILAIAN ETIS TERHADAP IKLAN
Suatu
penilaian yang diberikan terhadap adanya iklan tidak lepas dari pemikiran
moral. Dalam hal ini prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk umenilai
moralitas sebuah iklan karena didalam penerapannya banyak faktor lain yang ikut
berperan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Maksud si pengiklan
Jika
maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan tersebut
menjadi tidak baik juga. Dalam kasus iklan operator seluler, penonton dapat
menarik kesimpulan dari iklan tersebut bahwa Sule selaku model dalam iklan
sebelumnya merasa kapok atau mungkin tidak puas dengan fitur-fitur yang ada di
produk sebelumnya, kemudian ia berpindah ke produk sekarang yang menurutnya
jauh lebih memuaskan. Sehingga maksud dari pengiklan dapat diterima dengan
jelas oleh para penonton walau dengan pengangkapan yang berbeda, karena
sebagian penonton akan berpikir bahwa produk yang baru dengan model Sule
bermaksut untuk menjatuhkan produk sebelumnya.
2. Isi Iklan
Isi
iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan, dan tidak
bermoral. Dalam persaingan yang dilakukan antar operator seluler Kartu As
(Simpati) dan XL, sebagian besar penonton akan menganggap hal tersebut sebagai
sebuah lelucon karena model utamanya merupakan seorang pelawak, sehingga isi
dari iklan tersebut akan mudah ditangkat. Begitu pula dengan manipulasi yang
dilakukan oleh beberapa produk kecantikan, terlihat bahwa hal tersebut dapat
mempengaruhi pemikiran penonton karena model yang ditampilkan terlihat
‘sempurna’ dengan produk dan perlengkapan make up yang digunakan dari produk
yang diiklankan.
3. Keadaan publik yang tertuju
Secara
umum bisa dikatakan bahwa periklanan mempunyai potensi besar untuk
mengipas-ngipas kecemburuan sosial dalam masyarakat dengan memamerkan sikap
konsumerisme dan hedonisme dari suatu elite kecil. Hal ini merupakan aspek etis
yang sangat penting, terutama dalam masyarakat yang ditandai kesenjangan sosial
yang besar seperti Indonesia. Keuntungan perusahaan menjadi tujuan utama bagi
para pengiklan untuk melalukan promosi, namun di sisi lain televisi sebagai
media utama yang banyak digunakan para pengiklan adalah media yang tidak
gampang dikendalikan dari luar, ditambah dengan adanya televisi dan parabola.
Mungkin tidak realistis juga untuk mengharapkan bisa melarang periklanan di TV
secara total. Tetapi bahaya ditingkatkannya kecemburuan sosial tidak pernah
boleh dilupakan. Hal ini ternyata seringkali masih kurang disadari oleh
televisi swasta.
4. Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan
selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi tersebut orang
telah terbiasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main
yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan yang seringkali tidak dapat
dipisahkan dari etis yang menandai masyarakat tersebut. Misalnya saja yang
terjadi di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja sedang tiga puluh
tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan alisnya. Dalam
refleksi etika tentang periklanan rupanya tidak mungkin dihindarkan suatu nada
relativistis.
PENGONTROLAN TERHADAP IKLAN
Pengontrolan
terhadap iklan Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang
dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus
dijalankan dengan tiga cara berikut ini:
1) Kontrol oleh pemerinah
Tugas
penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen terhadap
keganasan periklanan. Di Indonesia iklan diawasi oleh
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.
2) Kontrol oleh para pengiklan
Cara
paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan
diri (self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya dilakukan dengan
menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh para periklan,
khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan. Jika suatu kode etik disetujui,
tentunya pelaksanaannya harus diawasi juga. Di Indonesia pengawasan kode etik
ini dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia.
3) Kontrol oleh masyarakat
Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam
mengawasi mutu etis periklanan. Dengan mendukung dan menggalakkan
lembaga-lembaga konsumen, kita bisa menetralisasi efek-efek negatif dari
periklanan. Laporan-laporan oleh lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif sebagai kontrol atas kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan. Selain itu, ada juga cara yang lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang di nilai paling baik. Di Indoneisa ada Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.
SUMBER