Jumat, 08 Mei 2020

ETIKA DALAM BERIKLAN


ETIKA DALAM BERILKAN



PENGERTIAN IKLAN DAN PERIKLANAN

Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Periklanan merupakan salah satu alat yang paling umum digunakan perusahaan untuk mengarahkan komunikasi persuasif pada pembeli sasaran dan masyarakat. Periklanan pada dasarnya adalah bagian dari kehidupan industri modern. Kehidupan dunia modern saat ini sangat tergantung pada iklan. 

FUNGSI PERIKLANAN

Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasar, antara penjual dan calon pembeli. Dalam proses komunikasi iklan menyampaikan sebuah “pesan”. Dengan demikian kita mendapat kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberi informasi. Tujuan terpenting adalah memperiklankan produk/jasa.
Periklanan dibedakan dalam dua fungsi: fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif. Iklan tentang produk baru biasanya mempunyai unsur informasi yang kuat. Misalnya iklan tentang tempat pariwisata dan iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan tentang produk yang ada banyak mereknya akan memiliki unsur persuasif yang lebih menonjol, seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah.

PRINSIP MORAL YANG PERLU DALAM IKLAN

Terdapat paling kurang 3 (tiga) prinsip moral, sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan. Ketiga prinsip itu adalah :
1.    Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebihlebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru.
2.    Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutan imperatif (imperative requirement).
3. Iklan dan tanggungjawab sosial. Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang tidak etis.

Ada 2 (dua) cara untuk memanipulasi orang dengan periklanan:

A.   Subliminal Advertising
Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi, tinggal dibawah ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio.

B.   Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, karena anak mudah dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain daripada manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis.

PENILAIAN ETIS TERHADAP IKLAN

Suatu penilaian yang diberikan terhadap adanya iklan tidak lepas dari pemikiran moral. Dalam hal ini prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk umenilai moralitas sebuah iklan karena didalam penerapannya banyak faktor lain yang ikut berperan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.     Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan tersebut menjadi tidak baik juga. Dalam kasus iklan operator seluler, penonton dapat menarik kesimpulan dari iklan tersebut bahwa Sule selaku model dalam iklan sebelumnya merasa kapok atau mungkin tidak puas dengan fitur-fitur yang ada di produk sebelumnya, kemudian ia berpindah ke produk sekarang yang menurutnya jauh lebih memuaskan. Sehingga maksud dari pengiklan dapat diterima dengan jelas oleh para penonton walau dengan pengangkapan yang berbeda, karena sebagian penonton akan berpikir bahwa produk yang baru dengan model Sule bermaksut untuk menjatuhkan produk sebelumnya.

2.    Isi Iklan
Isi iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan, dan tidak bermoral. Dalam persaingan yang dilakukan antar operator seluler Kartu As (Simpati) dan XL, sebagian besar penonton akan menganggap hal tersebut sebagai sebuah lelucon karena model utamanya merupakan seorang pelawak, sehingga isi dari iklan tersebut akan mudah ditangkat. Begitu pula dengan manipulasi yang dilakukan oleh beberapa produk kecantikan, terlihat bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi pemikiran penonton karena model yang ditampilkan terlihat ‘sempurna’ dengan produk dan perlengkapan make up yang digunakan dari produk yang diiklankan.

3.    Keadaan publik yang tertuju
Secara umum bisa dikatakan bahwa periklanan mempunyai potensi besar untuk mengipas-ngipas kecemburuan sosial dalam masyarakat dengan memamerkan sikap konsumerisme dan hedonisme dari suatu elite kecil. Hal ini merupakan aspek etis yang sangat penting, terutama dalam masyarakat yang ditandai kesenjangan sosial yang besar seperti Indonesia. Keuntungan perusahaan menjadi tujuan utama bagi para pengiklan untuk melalukan promosi, namun di sisi lain televisi sebagai media utama yang banyak digunakan para pengiklan adalah media yang tidak gampang dikendalikan dari luar, ditambah dengan adanya televisi dan parabola. Mungkin tidak realistis juga untuk mengharapkan bisa melarang periklanan di TV secara total. Tetapi bahaya ditingkatkannya kecemburuan sosial tidak pernah boleh dilupakan. Hal ini ternyata seringkali masih kurang disadari oleh televisi swasta.

4.    Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi tersebut orang telah terbiasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan yang seringkali tidak dapat dipisahkan dari etis yang menandai masyarakat tersebut. Misalnya saja yang terjadi di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan alisnya. Dalam refleksi etika tentang periklanan rupanya tidak mungkin dihindarkan suatu nada relativistis.

PENGONTROLAN TERHADAP IKLAN

Pengontrolan terhadap iklan Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini:
1)    Kontrol oleh pemerinah
Tugas penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.

2)    Kontrol oleh para pengiklan
Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah pengaturan diri (self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh para periklan, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan. Jika suatu kode etik disetujui, tentunya pelaksanaannya harus diawasi juga. Di Indonesia pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia.

3)   Kontrol oleh masyarakat
Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dengan mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, kita bisa menetralisasi efek-efek negatif dari periklanan. Laporan-laporan oleh lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif sebagai kontrol atas kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan. Selain itu, ada juga cara yang lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang di nilai paling baik. Di Indoneisa ada Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.






SUMBER



BISNIS DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


BISNIS DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


PENGERTIAN KONSUMEN

Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen: Pasal 1 butir 2 :“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. 
Menurut Hornbyo: “Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.

Konsumen adalah setiap orang pemakai, pengguna, pemanfaat barang yang menAdapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu (pengertian konsumen pada umumnya);

Konsumen antara, adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan untuk tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan / dengan tujuan komersil;

Konsumen Akhir, adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi keluarga dan ruma tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non komersial).

AZAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari produsen atau pelaku usaha.
A.     Azas Perlindungan Konsumen
Asas Perlindungan Konsumen : “Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.

Azas Perlindungan Konsumen:
1.      Asas Manfaat
Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2.      Asas Keadilan
Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3.      Asas Keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4.      Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan,
5.      Asas Kepastian Hukum
Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

B.      Tujuan Perlindungan Konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
1)  Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakai barang dan/ atau jasa;
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6) Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.


TAHAP-TAHAP TRANSAKSI KONSUMEN

Kemanfaatan penerapan tahapan konsumen: 
Ø  Agar dengan mudah mencari akar permasalahan dan mencari jalan penyelesaiannya.
Ø  Penyusunan perundang-undangan yang melindungi konsumen. 
1)     Tahap Pra transaksi konsumen.
2)     Tahap transaksi konsumen.
3)     Tahap purna transaksi konsumen. 

1.      Tahap Pra Transaksi Konsumen 
a)     Konsumen mencari informasi atas barang dan jasa. 
b)     Informasi yang benar dan bertanggungjawab.
c)  Putusan pilihan konsumen yang benar atas barang dan jasa yang dibutuhkan sangat bergantung atas kebenaran dan bertanggungjawabnya informasi yang disediakan oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan barang dan jasa konsumen.

Informasi dapat berupa:  
1)     Label/etiket pada produk.
Harus memuat semua informasi pokok tentang produk tersebut sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditempelkan atau dimasukan dalam kemasan 
2)     Kegiatan marketing berupa pamflet, brosur, selebaran, Iklan
3)     Kegiatan peluncuran ptoduk;
4)     Iklan dan hal lainnya yang serupa.
Peran iklan sangat berpengaruh terhadap konsumen, baik menyesatkan atau memberi perlindungan. Iklan yang baik dapat memberikan pertimbangan putusan bagi konsumen, sedangkan yang menyesatkan dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen. Perlu dibinanya kode etik priklanan. Regulasi periklanan adalah Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI) yang dijalankan oleh Komisi Tata Krama dan Tata Cara Periklanan.

2.      Tahap Transaksi Konsumen 
a)  Transaksi konsumen sudah terjadi. 
b) Permasalahan banyak terjadi untuk transaksi di luar tunai (cash), misalnya: kredit, beli sewa dsb. 
c)  Masalah banyak diakibatkan dengan menggunakan perjanjian baku, di mana orang tidak meneliti terlebih dahulu atas syarat-syarat baku yang disodorkan oleh penjual.
d) Perjanjian ini dikenal dengan kontrak standar (standard contract) atau syarat-syarat umum (algemene voorwaarden)
e)  Konsumen harus menerima perjanjian baku yang disodorkan untuk transaksi tersebut (“take it or leave it).
f) Penerapan syarat-syarat baku yang bersifat negatif (hak menuntut gantirugi, pengalihan tanggungjawab) dinilai mergikan posisi konsumen. 
g) Penggunaan metode pemasaran produk (desain, jaringan distribusi, iklan untuk mengingat produk tertentu, sistem direct selling dsb) 
h) Diperlukan adanya persaingan usaha yang jujur (fair competition), khususnya terhadap penjualan yang menggunakan cara dengan embel-embel hadiah dsb. 
i) Kasus-kasus banyak terjadi yang berkaitan dengan barang yang dijual dengan cara kredit, perumahan di kawasan real estate dsb. 

3.      Tahap Purna Transaksi Konsumen 
a) Telah terjadi transaksi dan pelaksanaannya telah diselenggarakan.
b)     Terdapat kepuasan atau kekecewaan dari konsumen. 

Masalah Hukum dan Ekonomi terjadi:
Ø  Bila barang/jasa yang telah digunakan konsumen tidak memenuhi harapannya sebagaimana yang diiklankan.
Ø  Bila barang/jasa tidak sesuai dengan mutu produk, baik sesuai standard yang berlaku maupun klaim pengusaha ybs.
Ø  Layanan purna jual tidak cocok tentang jaminan mutu produk (guarantee) maupun penyediaan suku cadangnya. 

Sengketa terhadap masalah ini diatasi dengan cara: 
Ø  Melalui penyelesaian damai.
Ø  Melalui lembaga atau instansi yang berwenang. 


KEPENTINGAN-KEPENTINGAN KONSUMEN

1.    Kepentingan Fisik Konsumen
Kepentingan badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan/ atau jiwa mereka dalam penggunaan barang atau jasa konsumen. Dalam setiap perolehan barang atau jasa konsumen, barang atau jasa konsumen, barang atau jasa tersebut harus memenuhi kebutuhan hidup dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh dan jiwanya).
2.    Kepentingan Sosial Ekonomi Konsumen
Setiap konsumen dapat memperoleh hasil optimal dengan penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang atau jasa kebutuhan hidup mereka. Untuk keperluan itu, tentu saja konsumen harus mendapatkan informasi yang benar dan bertanggungjawab tentang produk konsumen tersebut, yaitu informasi yang informatif tentang segala sesuatu kebutuhan hidup yang diperlukan.
3.    Kepentingan Perlindungan Hukum
Sampai saat ini masih merupakan:
a. Hambatan bagi konsumen atas peraturan yang diterbitkan bukan tujuan utamanya mengatur dan atau melindungi konsumen.
b.   Kriteria konsumen dan apa kategori kepentingan konsumen.
c.  Perilaku dari pelaku bisnis yang canggih, sehingga terhadap perbuatan tersebut undang-undang tidak dapat menjangkaunya.
d. Hukum acara yang ada tidak dapat secara mudah dimanfaatkan oleh konsumen yang dirugikan dalam hubungannya dengan penyedia barang dan/atau jasa.

Beberapa Praktek Niaga Yang Merugikan Konsumen:
1.    Iklan pancingan (bait and switch ad)
Iklan pancingan adalah iklan yang sebenarnya tidak berniat untuk menjual produk yang ditawarkan tetapi lebih ditujukan pada menarik konsumen ke tempat usaha tersebut. Setelah mereka datang ditawarkan produk lainnya, karena produk tersebut sudah habis.
Contoh: analogi iklan: Air Asia dsb.
2.    Iklan-klan yang menyesatkan (mock up ad).
Iklan jenis ini mengesankan keampuhan suatu barang dengan cara mendomontrasikannya secara berlebihan dan mengarah menyesatkan. Umumnya menggunakan media televisi.
Contoh: iklan pencukur (shave cream).
3.    Kunjungan penjual dan kiriman langsung
Dilakukan dengan kunjungan penjual (salesman calls) yang selain menawarkan juga menjual produk tersebut.
Praktek niaga kiriman langsung menimbulkan 2 (dua) masalah yaitu:
1)  Apakah ia merupakan bagian dari perjanjian antara pengusaha dan konsumen atau tidak;
2) Siapa yang dibebani kewajiban mengembalikan produk konsumen yang dikirim langsung, apabila tidak terjadi kesepakatan untuk mengadakan hubungan hukum mengenai produk itu.
Kontruksi Hukum
1.      Perjanjian
2.      Perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata)

SUMBER:


Total Tayangan Halaman